A. Etika
Dalam Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen adalah disiplin ilmu yang
berkenaan dengan penggunaan informasi akuntansi oleh para manajemen dan
pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk,
perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Definisi
akuntansi manajemen menurut Chartered Institute of Management Accountant, yaitu
Penyatuan bagian manajemen yang mencakup, penyajian dan penafsiran informasi
yang digunakan untuk perumusan strategi, aktivitas perencanaan dan
pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan sumber daya,
pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada pekerja.
Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam
menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai
melalui cara yang legal dan etis, maka para akuntan manajemen dituntut untuk
bertindak jujur, terpercaya, dan etis.
Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan
manajemen lebih luas dibandingkan tanggung jawab seorang akuntan keuangan,
yaitu:
a.
Perencanaan.
b.
Pengevaluasian
c.
Pengendalian
d. Menjamin
pertanggungjawaban sumber
e. Pelaporan
eksternal
B. Etika
Profesional Akuntan Manajemen.
Ikatan Akuntan Manajemen (Institute of Management
Accountant – IMA) di Amerika Serikat telah mengembangkan kode etik yang disebut
Standar Kode Etik untuk Praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan
(Standards of Ethical Conduct for Practitioners of Management Accounting and
Financial Management). Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen
yaitu:
1. Kompetensi
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan
keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan
membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat
dipercaya dan relevan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
– Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai
dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
– Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan
standar teknis yang berlaku.
– Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas,
dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak
mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang
mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
– Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi
rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas
dasar kewajiban hukum.
– Menginformasikan kepada bawahan mengenai
kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat menghindari bocornya rahasia
perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga pemeliharaan kerahasiaan.
– Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui pihak
ketiga.
3. Integritas (Integrity)
Mengharuskan untuk menghindari “conflicts of
interest”, menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap
kemampuan mereka dalam menjunjung etika.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
– Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan
semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.
– Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam
kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tigas
secara etis.
– Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk
sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.
– Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat
menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.
– Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan
profesional atau kendala lain yang dapat menghalagi penilaian tanggung jawab
kinerja dari suatu kegiatan.
– Mengkomunikasikan informasi yang tidak
menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilaian profesional.
– Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas
apapun yang akan mendiskreditkan profesi.
4. Objektivitas (Objectifity)
Mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan
informasi secara wajar dan objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose)
semua informasi relevan yang diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user
terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang ditampilkan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
– Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang
cukup dan objektif.
– Mengungkapkan semua informasi relevan yang
diharapkan dapat memberikan
pemahaman akan laporan atau rekomendasi yang
disampaikan.
C. Creative
Accounting
Istilah creative menggambarkan suatu kemampuan
berfikir dan menciptakan ide yang berbeda daripada yang biasa dilakukan, juga
dapat dikatakan mampu berfikir diluar kotak (out-of-the box). Jaman sekarang
diprofesi apapun kita berada senantiasa dituntut untuk selalucreative. Namun
pada saat kita mendengar istilah ‘creative accounting’, seperti sesuatu hal
yang kurang ‘etis’. Beberapa pihak menafsirkan negative, dan berpandangan
skeptis serta tidak menyetujui, namun beberapa melihat dengan pandangan netral
tanpa memihak.
Menurut Susiawan (2003) creative accounting adalah
aktifitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi guna
mendapatkan hasil yang diinginkan, seperti penyajian nilai laba atau asset yang
lebih tinggi atau lebih rendah tergantung motivasi mereka melakukannya. Menurut
Myddelton (2009), akuntan yang dianggap kreatif adalah akuntan yang dapat
menginterpretasikan grey area standar akuntansi untuk mendapatkan manfaat atau
keuntungan dari interpretasi tersebut.
Dua jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam
laporan keuangan yaitu:
a. Mandatory disclosure (pengungkapan wajib)
b. Voluntary discolure (pengungkapan sukarela)
D. Whistle
Blowing
Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik
yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Whistle
blowing dibagi menjadi dua yaitu :
1. a. Whistle
Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan
tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas
moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada
nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan
yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan
atau perusahaan bertindak sesuai moral.
2. b. Whistle
Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar
seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi
utamanya adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan
adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat,
untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat
legal yang adil dan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar